- Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Menghormati orang yang sedang melakukan Ibadah.
- Menengok orang sakit
- Menjalin kerjasama.
- Bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah.
- Tidak membedakan si kaya dan si miskin
begtu super rasanya....
Tapi hari ini ada isu dalam negri ku..!!!
hanya dua isu tapi lebih dari terjangan badai, kerasnya ombak tsunami dan cepatnya gelombang cahaya...
apa itu../...???????????
kalau kalian perhatikan negri ini,, kalian pasti tau..
agar tidak penasaran akan coba saya tuliskan dalam kesempatan ini...
Mungkin pertama kita awal dari Drama yang terjadi dipartai yang berkuasa saat ini..
pasti kalian tau apa gejolak yang terjadi saat ini dipertai tersebut ,oya drama tersebut diperankan oleh gayus..
Bahkan banyak pihak menganggap ini adalah sebuah drama (DRAMA ASIA)
yakni >>??
tau dong apa isu itu...
1. KORUPSI..
1. Pengertian korupsi.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan
formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan
si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk
balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga
yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan
yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah
tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi
dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
2. Akibat-akibat korupsi.
Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah :
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman
modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer,
menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas
administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah
ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah,
memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha
terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam
kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibatakibat
korupsi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap
perusahaan, gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,
hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan
kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendisendi
kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
3. Upaya penanggulangan korupsi.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan
terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu
mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies
the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung
jawab.
Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang
masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan.
Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk
menanggulangi korupsi sebagai berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
pembayaran tertentu.
b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah
pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,
wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling
bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara
jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan.....
OYA 1 LAGI....
2. PORNOGRAFI/PORNOAKSI
Pengertian Pasal 1 Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan : 1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika. 2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di'muka umum. 3. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesanpesan secara visual kepada masyarakat luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan tabloid. 4. Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesanpesan secara audio dan/atau visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film. 5. Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada satu orang dan/atau sejumlah orang tertentu antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan intranet. 6. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, suratkabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal Computer-Compact Disc Read Only Memory, dan kaset. 7. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam, atau membeli. 8. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barangbarang pornografi. 9. Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik, media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan. 10. Menggunakan adalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi. 11. Pengguna adalah setiap orang yang dengan sengaja menonton/ menyaksikanpornografi dan/atau pornoaksi. 12. Setiap orang adalah orang perseorangan, perusahaan, atau distributor sebagai kumpulan orang baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum. 13. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden. 14. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuanmendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau oranglain. 15. Hubungan seks adalah kegiatan hubungan perkelaminan balk yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri maupun pasangan lainnya yang bersifat heteroseksual, homoseks atau Iesbian. 16. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 2 (dua belas) tahun 17. Dewasa adalah seseorang yang telah berusia 12 (dua betas) tahun keatas. 18. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh secaralangsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan. 19. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, balkberupa badan hukum maupun bukan badan hukum. 20. Orang lain adalah orang selain suami atau istri yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Asas dan Tujuan Pasal 2 Pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan dan penyelenggaraan pornoaksi berasaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan nilai-nilai budaya, susila, dan moral, keadilan, perundungan hukum, dan kepastian hukum. Pasal 3 Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ; a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepadaTuhan Yang Maha Esa. , b. Memberikan perlind`ungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat BAB II LARANGAN Bagian Pertama Pornografi Pasal 4 Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual darf orang dewasa. Pasal 5 Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa. Pasal 6 Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh .atau.bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis. . Pasal 7 Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank aktivitas orang yang berciuman bibir. Pasal 8 Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisanyang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani. Pasal 9 (1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis. (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis. (3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia. (4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan. Pasal 10 (1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pesta seks. (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks. Pasal 11 (1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani danlatau hubungan seks. (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak. Pasal 12 Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 13 Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 14 Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 15 Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 16 Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 17 (1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. (2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. (3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. . (4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. (5) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 18 (1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. (2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 19 (1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,.gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. (2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. (3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. (4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. Pasal 20 Setiap orang dilarang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tank tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan. Pasal 21 Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa. anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks. Pasal 22 Setiap orang dilarang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni. Pasal 23 Setiap orang dilarang membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 24 (1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23. (2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23. (3) Setiap orang dilarang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23. |
""KEMBALILAH PADA ALLAH (AL-QURAN DAN AL-HADIST)..
SEBAIK BAIK JALAN KELUAR DARI SEMUA MASALAH""
Tidak ada komentar:
Posting Komentar